Beton Romawi
Batu Kapur atau calcium carbonate (CaCO3) terbentuk lebih dari dari 30
sampai 500 juta tahun yang lalu, yang berasal dari kumpulan kerang, terumbu karang, ikan
purba dan kalsium yang mengendap di dasar laut membentuk lapisan menjadi batuan kapur.
Tekanan dan panas dari Bumi selama jutaan tahun dapat memadatkan dan
mengkristalkan endapan kapur menjadi batuan kapur, dimana tekanan tektonik yang lebih ekstrim akan membentuk marmer.
Batuan kapur (Limestone) dapat
berubah menjadi “kapur reaktif” apabila mendapatkan pemanasan sampai 900ᵒC,
yang apabila dicampur dengan air membentuk reaksi kimia menjadi Calcium Hidrokside (Ca(OH)2) dan apabila mengering akan kembali ke bentuk batu aslinya.
Penggunaan kapur ini pertama kali ditemukan lebih dari 7.000 tahun yang
lalu untuk membuat patung-patung dan selain itu digunakan untuk memperhalus
dinding bangunan mereka. Orang Mesir lebih dari 4.500 tahun yang lalu
menggunakan kapur mortar plester dinding dalam Piramida dan juga gedung-gedung
mereka.
Bangsa Yunani dan Romawi mengembangkan penggunaan kapur sebagai mortar
pasangan bata serta plester pada proses finishing
dinding mereka. Kemajuan terbesar mereka dalam konstruksi ketika mereka
menemukan cara untuk membuat beton. Mereka masih belum menemukan semen modern
tapi dengan menggabungkan kapur dan pasir pozzolanic dari gunung Vesuvius dan
batu marmer mereka mampu menciptakan “Beton Romawi” dan struktur yang mereka
buat bertahan lebih dari 2.200 Tahun.
Beton
Romawi diciptakan dengan abu vulkanik, air kapur dan air laut. Kemungkinan para
bangsa Romawi mendapatkan inspirasi tersebut setelah mengamati reaksi kimia
dalam deposit abu vulkanik pada batuan tufa. Mereka juga mencampurkan batuan
vulkanik yang terus menerus bereaksi dan memperkuat beton hingga sekarang.
The Pantheon di Roma
dibangun pada Tahun 126 dengan luas 43m. Telah selamat dari gempa bumi, cuaca
dan perang berkat sistem “Beton Romawi”. Struktur yang luar biasa bahkan untuk
jaman sekarang.
Bangsa Romawi membangun jalan dan struktur hebat lainnya seperti Coliseum
yang masih ada saat ini menggunakan “Beton Romawi”. Sayangnya budaya baik itu
tidak dilanjutkan setelah jatuhnya kekaisaran Romawi.
Selama lebih dari 1.000 Tahun tidak ada perkembangan rekayasa dan bangunan
yang signifikan setelah zaman Romawi.
Di bawah pimpinan Jackson, para
peneliti telah mengumpulkan sampel beton di laut Romawi dari beberapa pelabuhan
di sepanjang pantai Italia. Kini, mereka memetakan sampel tersebut menggunakan
mikroskop elektron. Setelah itu, dilakukan pemindaian dengan X-ray
microdiffraction dan Raman spectroscopy untuk mengidentifikasikan
semua butir mineral pada beton. Hasil pemindaian menunjukkan
adanya aluminium tobermorite yang melimpah pada beton, sebuah mineral
berbasis silika keras yang cukup langka dan sulit dibuat di laboratorium. Mineral
ini, bersama dengan mineral langka lainnya yang disebut phillipsite, tumbuh
dalam beton berkat air laut yang mengalir di sekitarnya. "Bangsa Romawi
menciptakan beton mirip batu yang tumbuh subur dalam pertukaran kimia terbuka
dengan air laut," kata Jackson. Sayangnya, resep untuk menciptakan
bangunan seperti itu telah hilang dimakan waktu. Para ilmuwan hanya dapat
menciptakan kembali bahan-bahan yang digunakan dengan meneliti bangunan yang
masih ada.
Namun, tidak semua negara dapat
mengakses bahan vulkanik yang digunakan dalam beton ini. "Orang Romawi
beruntung dapat memiliki batu-batu ini. Kita tidak memiliki banyak batu seperti
inidi dunia, jadi harus ada substitusi yang dibuat," kata Jackson.
Banyak budaya memiliki sejarah dalam hal
penggunaan kapur untuk pasangan bata dan plester, seperti Mezquita di Spanyol, The
great Wall of China, Katedral di Eropa, kuil-kuil Maya dan banyak lagi.
Pada Tahun 1824 seorang tukang pasang bata dari Inggris, Joseph Aspdin, mengembangkan
Portland Cement, nama itu diambil karena kesamaan warna yang mirip dengan batu
dari Portland, Inggris. Hal ini
merupakan awal dari perkembangan modern era bangunan beton dan mortar
menggunakan semen menggantikan kapur sebagai pengikat utama.
Semen Portland membutuhkan panas lebih dari 1.500ᵒC. semen akan cepat keras
dan mejadi kuat dalam hitungan jam dibandingkan dengan kapur yang membutuhkan
waktu berminggu-minggu.